Artikle tentang konsep ketuhanan
Konsep Ketuhanan menurut Islam
A. Siapakah Tuhan ?Jika kita mengatakan kita adalah umat yang beragama, tentunya kita selama ini menyembah dzat yang maha kuasa yang kita sebut dengan “Tuhan”. Mengenai hal tersebut, banyak orang yang tengah bertanya tentang siapakah Tuhan itu, dan banyak pula persepsi yang berbeda mengenai Tuhan dan itu semua tergantung latar belakang agama yang mereka telah teladani. Dalam Islam Tuhan dikenal dengan “Allah”, dalam Kristen Tuhan dikenal dengan “Yesus”, begitupun dengan agama – agama yang lain yang mengenal nama Tuhan-Nya.
Jika dilihat dari segi Filsafat Ketuhanan dalam Islam,Tuhan (Ilah) adalah suatu yang dipentingkan oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Perkataan dipentingkan hendaknya diartikan secara luas. Tercakup didalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kegembiraan dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.
Menurut pandangan Ibnu Taimiyah, Tuhan (Al-Ilah) ialah suatu yang dipuja dengan kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri dihadapannya, takut dan mengharapkannya, kepada-Nya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepada-Nya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengigat-Nya dan terpaut cinta kepada-Nya (M. Imaduddin, 1989 : 56 ).
B. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan
Setiap beradapan manusia diikuti pula pola pemikiran tentang keberadaan Tuhan, dimulai dengan Pemikiran Barat dalam literatur sejarah agama, dikenal dengan teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelaman meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor,Robertson Smith, Lubbock, dan Jevens.
Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kepercayaan yaitu, Dinamisme, Animisme, Politeisme, Henoteisme, Monoteisme. Teori Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yagn berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.
Sedangkan dalam Islam pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin dikalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Secara garis besar, adanya aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara keduanya. Dan Aliran tersebut ialah Mu’tazilah, Qadariah, Jabariah, Asy’ariyah dan Maturidiyah.
Pandangan terhadap Tuhan menurut Agama-agama Wahyu, diterangkan pada QS.21 (Al-Anbiya’):92: “Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah satu, yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu agama, tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan kembali kepada Allah dan Allah akan menghakimi mereka”. Serta QS.112 (Al-Ikhlas):1-4: “ Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.
C. Hipotesa tentang adanya Tuhan
Pembuktian tentang adanya tuhan dapat dibuktikan dengan adanya Ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang pembentukan alam semesta, serta berbagai Pembuktian dari ilmu pengetahuan. Walaupun manusia telah menghayati wujud Tuhan melaui ciptaan-Nya, pengalaman batin atau fitrah manusia sendiri, namun dia masih juga menginginkan pembuktian secara langsung bertemu muka. Bahkan Nabi Musa AS. Sekalipun beliau menampakan diri kepadanya, seperti dijelaskan Al-Qur’an dalam surat Al-A’raf/7:143. “ Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa : “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau”. Tuhan berfirman : “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap ditempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musapun jatuh pinsan. Maka setelah Musa sada kembali, dia berkata: “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman”.
Oleh karena itu segala usaha manusia dalam pembuktian wujud Allah itu tetap nibsi dan terbatas, maka pembuktian perlu dicari hanya dari satu-satunya sumber yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Cara pembuktian lain hanya relevan bilamana ditujukan untuk meperkuat pembuktian dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Al-Qur’an sendiri menyatakan dalam surat Al-Mulk/67:10. “ Tidaklah mereka berkata : “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”.
D. Sifat-sifat Tuhan dan Asmaul Husna
Sifat-sifat Tuhan adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh Tuhan, kita mengenal Tuhan dengan segala sifat-Nya yang khas yang membedakan dzat-Nya dari Mahkluk-mahkluk-Nya. Dari aspek itulah, sangat urgen untuk menetapkan sifat-sifat yang tidak mesti bagi Tuhan, supaya kita dapat mengetahui bahwa Dia itu suci dari sifat-sifat yang khusus pada makhluk-makhluk-Nya, yang tidak mungkin dinisbahkan pada dzat-Nya. Pada argumen tentang penegasan wujud Tuhan, kita sampai pada kesimpulan bahwa wujud Tuhan itu tidak membutuhkan sebab lagi. Karena Dialah sebab bagi semua realitas yang mungkin. Dibawah ini terdapat dua sifat bagi Tuhan sebagai wajibul wujud.
Selain itu Pada pembahasan yang berkaitan dengan pengenalan Tuhan, kita akan bertemu dengan istilah seperti asma (nama-nama) Tuhan atau sering disebut Asmaul Husna, Asmaul Husna ada 99 yang wajib teladani seperti :
1. Ar Rahman Yang Memiliki Mutlak sifat Pemurah
2. Ar Rahiim Yang Memiliki Mutlak sifat Penyayang
3. Al Malik Yang Memiliki Mutlak sifat Merajai/Memerintah
4. Al Quddus Yang Memiliki Mutlak sifat Suci
5. As Salaam Yang Memiliki Mutlak sifat Memberi Kesejahteraan
6. Al Mu`min Yang Memiliki Mutlak sifat Memberi Keamanan
7. Al Muhaimin Yang Memiliki Mutlak sifat Pemelihara
8. Al `Aziiz Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
9. Al Jabbar Yang Memiliki Mutlak sifat Perkasa
10. Al Mutakabbir Yang Memiliki Mutlak sifat Megah, Yang Memiliki Kebesaran
Dan masih banyak asma (nama-nama) Allah yang lainya. Hal ini menunjukan bahwa Tuhan itu ada.
DAFTAR PUSTAKA
DR. Ramlan Yusuf Rangkuti, M.A, Konsep Ketuhanan dalam Islam
Al-Qur’an
Burhan, Nurhasan, Pendidikan Agama Islam,Pustaka jaya, surabaya: 2011
Konsep Ketuhanan menurut Islam
A. Siapakah Tuhan ?Jika kita mengatakan kita adalah umat yang beragama, tentunya kita selama ini menyembah dzat yang maha kuasa yang kita sebut dengan “Tuhan”. Mengenai hal tersebut, banyak orang yang tengah bertanya tentang siapakah Tuhan itu, dan banyak pula persepsi yang berbeda mengenai Tuhan dan itu semua tergantung latar belakang agama yang mereka telah teladani. Dalam Islam Tuhan dikenal dengan “Allah”, dalam Kristen Tuhan dikenal dengan “Yesus”, begitupun dengan agama – agama yang lain yang mengenal nama Tuhan-Nya.
Jika dilihat dari segi Filsafat Ketuhanan dalam Islam,Tuhan (Ilah) adalah suatu yang dipentingkan oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Perkataan dipentingkan hendaknya diartikan secara luas. Tercakup didalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kegembiraan dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.
Menurut pandangan Ibnu Taimiyah, Tuhan (Al-Ilah) ialah suatu yang dipuja dengan kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri dihadapannya, takut dan mengharapkannya, kepada-Nya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepada-Nya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengigat-Nya dan terpaut cinta kepada-Nya (M. Imaduddin, 1989 : 56 ).
B. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan
Setiap beradapan manusia diikuti pula pola pemikiran tentang keberadaan Tuhan, dimulai dengan Pemikiran Barat dalam literatur sejarah agama, dikenal dengan teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelaman meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor,Robertson Smith, Lubbock, dan Jevens.
Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kepercayaan yaitu, Dinamisme, Animisme, Politeisme, Henoteisme, Monoteisme. Teori Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yagn berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.
Sedangkan dalam Islam pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin dikalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Secara garis besar, adanya aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara keduanya. Dan Aliran tersebut ialah Mu’tazilah, Qadariah, Jabariah, Asy’ariyah dan Maturidiyah.
Pandangan terhadap Tuhan menurut Agama-agama Wahyu, diterangkan pada QS.21 (Al-Anbiya’):92: “Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah satu, yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu agama, tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan kembali kepada Allah dan Allah akan menghakimi mereka”. Serta QS.112 (Al-Ikhlas):1-4: “ Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.
C. Hipotesa tentang adanya Tuhan
Pembuktian tentang adanya tuhan dapat dibuktikan dengan adanya Ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang pembentukan alam semesta, serta berbagai Pembuktian dari ilmu pengetahuan. Walaupun manusia telah menghayati wujud Tuhan melaui ciptaan-Nya, pengalaman batin atau fitrah manusia sendiri, namun dia masih juga menginginkan pembuktian secara langsung bertemu muka. Bahkan Nabi Musa AS. Sekalipun beliau menampakan diri kepadanya, seperti dijelaskan Al-Qur’an dalam surat Al-A’raf/7:143. “ Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa : “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau”. Tuhan berfirman : “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap ditempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musapun jatuh pinsan. Maka setelah Musa sada kembali, dia berkata: “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman”.
Oleh karena itu segala usaha manusia dalam pembuktian wujud Allah itu tetap nibsi dan terbatas, maka pembuktian perlu dicari hanya dari satu-satunya sumber yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Cara pembuktian lain hanya relevan bilamana ditujukan untuk meperkuat pembuktian dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Al-Qur’an sendiri menyatakan dalam surat Al-Mulk/67:10. “ Tidaklah mereka berkata : “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”.
D. Sifat-sifat Tuhan dan Asmaul Husna
Sifat-sifat Tuhan adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh Tuhan, kita mengenal Tuhan dengan segala sifat-Nya yang khas yang membedakan dzat-Nya dari Mahkluk-mahkluk-Nya. Dari aspek itulah, sangat urgen untuk menetapkan sifat-sifat yang tidak mesti bagi Tuhan, supaya kita dapat mengetahui bahwa Dia itu suci dari sifat-sifat yang khusus pada makhluk-makhluk-Nya, yang tidak mungkin dinisbahkan pada dzat-Nya. Pada argumen tentang penegasan wujud Tuhan, kita sampai pada kesimpulan bahwa wujud Tuhan itu tidak membutuhkan sebab lagi. Karena Dialah sebab bagi semua realitas yang mungkin. Dibawah ini terdapat dua sifat bagi Tuhan sebagai wajibul wujud.
Selain itu Pada pembahasan yang berkaitan dengan pengenalan Tuhan, kita akan bertemu dengan istilah seperti asma (nama-nama) Tuhan atau sering disebut Asmaul Husna, Asmaul Husna ada 99 yang wajib teladani seperti :
1. Ar Rahman Yang Memiliki Mutlak sifat Pemurah
2. Ar Rahiim Yang Memiliki Mutlak sifat Penyayang
3. Al Malik Yang Memiliki Mutlak sifat Merajai/Memerintah
4. Al Quddus Yang Memiliki Mutlak sifat Suci
5. As Salaam Yang Memiliki Mutlak sifat Memberi Kesejahteraan
6. Al Mu`min Yang Memiliki Mutlak sifat Memberi Keamanan
7. Al Muhaimin Yang Memiliki Mutlak sifat Pemelihara
8. Al `Aziiz Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
9. Al Jabbar Yang Memiliki Mutlak sifat Perkasa
10. Al Mutakabbir Yang Memiliki Mutlak sifat Megah, Yang Memiliki Kebesaran
Dan masih banyak asma (nama-nama) Allah yang lainya. Hal ini menunjukan bahwa Tuhan itu ada.
DAFTAR PUSTAKA
DR. Ramlan Yusuf Rangkuti, M.A, Konsep Ketuhanan dalam Islam
Al-Qur’an
Burhan, Nurhasan, Pendidikan Agama Islam,Pustaka jaya, surabaya: 2011